MEMPERJUANGKAN JATI DIRI BANGSA INDONESIA

0
I. Latar Belakang
Keberadaan bangsa Indonesia pada saat ini tumbuh sebagai pewaris kebudayaan serta peradaban besar bangsa Nusantara. Entah berapa banyak jumlah warisan yang diterima oleh bangsa Indonesia, baik yang terukur (skala) maupun yang tidak terukur (niskala), yang terperagakan dan yang tidak terperagakan.
Warisan maha besar, lingkungan hidup yang asri dengan kekayaan sumber daya alam secara langsung telah diberikan sebagai modal dasar pembangunan menuju derajat bangsa kelas satu. Bahkan nilai-nilai ajaran mengenai tata cara laksana kehidupan berbangsa bernegara bermasyarakat hingga soal berbudaya telah diterima oleh bangsa Indonesia.
Tidak hanya itu, bahkan para leluhur bangsa meninggalkan berbagai jejak bukti kejayaan peradabannya seperti; bangunan, kesenian, aksara, bahasa, penghitungan waktu dan perbintangan, pengobatan dan kesehatan, teknologi pangan, teknologi pertanian – peternakan - perikanan, teknologi kelautan, dan sebagainya yang saat ini sebagian masih lestari. Maka, jika diibaratkan para leluhur bangsa Indonesia itu adalah orang tua sempurna yang sangat mencintai anak-anaknya.
Melalui berbagai pengujian dan pembuktian antar ruang waktu kemudian mereka memberikan segalanya sebagai bekal membangun kehidupan sejahtera bagi anak cucunya secara turun-temurun. Namun demikian warisan maha besar yang diterima oleh bangsa Indonesia dari bangsa Nusantara belum terkelola dengan semestinya, bahkan terjadi carut-marut yang berujung ‘hilangnya’ pola kehidupan bermasyarakat tentram damai dan sejahtera.
Negeri ini memang terlalu kaya raya dan cantik hingga memikat bangsa manapun di dunia. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa pada akhirnya semua warisan itu justru menjadi sebab timbulnya kekacauan di dalam negeri. Berbagai strategi dan politik dilancarkan oleh pihak asing untuk menjaga kepentingan mereka di Tanah Air kita. Oleh sebab itu bangsa Indonesia harus dilumpuhkan dan ditetapkan sebagai negara berkembang dengan status bangsa kelas tiga atau kaum buruh (jongos) yang bekerja bagi kepentingan bangsa asing di dalam negeri kita sendiri.
Kemerdekaan yang diproklamasikan pada tahun 1945 tampaknya belum disertai dengan “kedaulatan”. Kemerdekaan adalah terlepas dari cengkraman penjajahan bangsa lain, sedangkan kedaulatan merupakan langkah selanjutnya setelah kemerdekaan yaitu kebebasan dalam menentukan sikap dalam kehidupan berbangsa bernegara yang mandiri.
II. Penghancuran Bangsa Indonesia
Berita mengenai peredaran narkotika, obat terlarang, makanan minuman berbahaya (beracun) hingga menyebarnya berbagai penyakit yang sulit disembuhkan sudah bukan berita yang mengejutkan. Bagi bangsa Indonesia berita seperti itu tampaknya tidak memicu kewaspadaan sebagai peringatan dini tentang apa yang sedang terjadi dalam ruang kenegaraan dan kebangsaan.
Gambaran sederhana dapat dibayangkan jika 1 dari 100 rumah (keluarga) ada yang mengalami kerusakan fisik seperti sakit jantung, stroke, darah tinggi, dsb. Maka sudah dapat dipastikan beban keluarga yang harus ditanggung menjadi sangat berat dan itu secara langsung akan memberikan dampak domino dalam kehidupan bermasyarakat. Perpecahan di dalam kehidupan berbangsa saat ini sudah tidak dapat ditutupi lagi, baik itu berbentuk SARA maupun akibat gaya hidup. Segala hal yang mengandung watak “perbedaan” merupakan senjata ampuh untuk digunakan sebaik-baiknya oleh pihak yang berkepentingan. Tujan memecah-belah ini tentu saja agar bangsa Indonesia tidak hidup damai dalam kebhinekaan dan itu merupakan keadaan sangat menguntungkan bagi pihak asing dalam menjaga kepentingan mereka di negeri kita.
Dilain sisi, warisan semangat bangsa maritim, agraris, dan pertambangan secara perlahan tapi pasti telah dijauhkan dari ruang pengetahuan putra-putri bangsa Indonesia secara umum. Padahal telah terbukti secara nyata bahwa keunggulan bangsa Indonesia di antara bangsa-bangsa lain justru dibidang pengelolaan maritim dan agraris.
Dalam hal tersebut di atas, boleh jadi lembaga pendidikan Indonesia harus bertanggung-jawab, sebab setiap bangsa dan negeri sudah pasti memiliki potensi alam yang berbeda-beda dan dunia pendidikan bertugas melahirkan putra-putri cerdas pandai yang dapat menjawab kebutuhan bangsa berdasarkan masing-masing sumber daya alam yang dimilikinya. Siapa bilang bentuk dan pola pendidikan di seluruh dunia ini harus sama…?
Siapapun putra-putri bangsa Indonesia sudah sepatutnya mempertanyakan sebab dan alasan tidak digunakannya warisan “aksara” milik bangsa Indonesia dan digantikan oleh jenis alphabet. Hilang aksara sudah pasti hilang pula bahasanya, padahal aksara dan bahasa menunjukan tingkat kecerdasan sebuah bangsa dan itu merupakan bagian penting dari jati diri sebuah bangsa. Dengan kata lain, kehilangan aksara dan bahasa merupakan pertanda hilangnya sebuah bangsa.
China, Arab, India, Thailand, Jepang, Korea bahkan Rusia mampu mempertahankan aksara dan bahasanya sebagai ciri kebangsaan, dan mereka mencuat dengan penuh percaya diri menyajikan jati diri kebangsaannya di panggung peradaban dunia. Maka sudah dapat dipastikan bahwa mereka adalah bangsa yang mampu menjaga menghormati sejarah dan warisan peradaban dari para leluhurnya. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah para leluhurnya..?
III. Keadaan Bangsa Indonesia
Slogan bahwa generasi muda merupakan generasi penerus bangsa sama sekali tidak salah, namun ‘tongkat estafet’ jenis seperti apa yang diwariskan kepada generasi penerus bangsa itu..? Melihat kenyataan cara hidup berbangsa dan bernegara pada saat ini tampaknya patut dicurigai, boleh jadi ‘tongkat estafet’ sudah ditukar dan direkayasa sehingga terjadi berbagai stiwa kebudayaan dan peradaban yang menjauh dari jati diri bangsa Indonesia dari akarnya.
Dalam organ tubuh kenegaraan generasi muda usia produktif merupakan jembatan penghubung dari anak usia remaja dan orang tua. Gempuran yang merusak fisik dan mental tampaknya ditujukan secara langsung kepada generasi muda (dewasa) agar terjadi pengeroposan dan pelapukan. Padahal puncak daya juang menuju percepatan pembangunan negara justru berada di tangan generasi muda yang penuh semangat.
Ketika tenaga potensial dalam sebuah negara dilemahkan dengan berbagai cara hingga hilang jati diri kebangsaannya, hilang kepedulian, hilang rasa memiliki, hingga hilang semangat juangnya maka tidak heran bila banyak kekayaan sumber daya alam di Indonesia dikuasai oleh pihak asing.
Di negeri maha subur ini senyatanya bangsa Indonesia tidak dapat menikmati kehidupan yang tentram damai dan makmur. Secara langsung ketidak-mampuan membangun sandang, pangan, papan, dan kesehatan telah menjadi teror keseharian yang berkelanjutan. Keadaan hidup masyarakat tersebut sungguh tidak pantas terjadi di negeri yang menyediakan segala sumber daya kehidupan, maka dapat disimpulkan bahwa “tata cara pengelolaan sumber daya di negeri ini terjadi kesalahan” yang intinya berasal dari “kehilangan jati diri bangsa”.
Maka, tugas kita semua selaku pewaris negeri untuk bekerja sama secara serentak memperbaiki tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara di tanah kelahiran kita sendiri sebagai rumah KITA bersama.
Rahayu Sagung Dumadi



Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)